- B pertama, bisa membuka usaha sendiri. Bekal keterampilan yang diperoleh saat sekolah bisa diterapkan dengan membuka usaha. Usaha apa saja. Sesuai bidangnya lebih afdol. Kemampuan berwirausaha memang sudah dibekali selama sekolah dalam bentuk mata pelajaran kewirausahaan.
- B kedua, bisa langsung bekerja. Lulusan SMK mestinya bisa langsung bekerja sesuai bidangnya. Banyak perusahaan yang melakukan rekruitmen tenaga kerja lulusan SMK melalui bursa kerja khusus (BKK) dimasing-masing SMK. Melalui serangkaian tes yang diselenggarakan BKK bekerjasama perusahan perekrut. Tes dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa mulai tes potensi akademik, psikotest bahkan tes keterampilan. Perusahaan tidak mau spekulasi tentang kompetensi calon tenaga kerja. Hanya yang memenuhi syarat bisa direkkrut menjadi karyawan. Bagi SMK yang belum memiliki BKK bisa bergabung dengan SMK yang memiliki BKK.
- B yang ketiga, bisa melanjutkan kuliah atau belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Siswa SMK tidak hanya dibekali pelajaran keterampilan saja namun pelajaran umum juga berupa teori ilmu dasar seperti matematika, bahasa dan lain-lain. Dengan begitu siswa mempunyai kesempatan untuk melanjutkan kejenjang perguruan tinggi. Jurusan yang dipilih dapat linear dengan kompetensi keahlian saat di SMK atau juga berbeda.
- Pertama, Mental lulusan SMK belum matang dalam mengelola emosinya. Idealisme yang tinggi dan harapan yang berlebihan terhadap pekerjaannya untuk hidup mapan dengan gaji tinggi. Tekanan kerja sering membuat pekerja atau calon tenaga stress duluan sebelum masuk dunia kerja. Adaptasi yang lambat dengan pekerjaan menambah beban mental apalagi pekerjaan yang didapat tidak sesuai dengan ekspektasi atau keinginan calon pekerja tersebut.
- Kedua, Kompetensi yang dimiliki ketinggalan zaman. Perubahan zaman berdampak pada perubahan dalam segala aspek. Di dunia kerjapun juga sama. Banyak perubahan budaya dan teknologi yang berkembang pesat. Bahkan ada statement bahwa perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kerja lebih cepat daripada dunia akademik. Peralatan yang dimiliki sekolah sudah jadul (jaman dulu) namun tetap saja dibuat untuk pembelajaran. Sehingga timbul gap (jarak) antara perkembangan teknologi di dunia kerja jauh meninggalkan dunia pendidikan. Banyak cara ditempuh untuk mengatasi hal ini mulai penyediaan peralatan praktik baru, magang kerja bagi pendidik di dunia kerja, ataupun sinkronisasi kurikulum SMK dengan DU/DI (dunia usaha dan dunia industri).
- Ketiga, Calon pekerja yang tidak terampil. Setiap perusahaan pasti mensyaratkan kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi pada setiap rekruitmen tenaga kerja baru. Dan tidak semua SMK mampu meluluskan siswa dengan kompetensi yang bagus. Apalagi kondisi sarana praarana tidak mendukung. Masih banyak SMK dengan fasilitas yang terbatas.
- Keempat, Keinginan bekerja bukan berwirausaha. Sudah umum, lulusan SMK bercita-cita ingin bekerja di dunia kerja. Dapat pekerjaan bagus dan punya jabatan dengan gaji tinggi paling didamba lulusan SMK. Padahal lapangan kerja terbatas dan berbanding terbalik dengan jumlah pencari pekerja. Mindset sudah lama terbentuk. Sulit dirubah. Padahal peluang besar menjadi wirausaha. Tren bisnis yang mulai berubah. Dari trasaksi tunai menjadi non tunai atau penggunaan uang elektronik sudah menjadi kebutuhan. Munculnya bisnis online menjadi peluang baru. Semua serba online. Perusahaan startup berjamuran. Financial technology banyak terbentuk, menjadi peluang baru.
SMK sebagai penghasil tenaga kerja harus berbenah mulai dari penyelenggaraan pendidikan, sarana prasarana harus update, guru yang profesional dan pembekalan soft skill dalam pembelajaran jangan hard skill saja. Bila soft skill dan hard skill dimiliki lulusan SMK maka lulusan tidak siap kerja tidak terjadi. Semoga.